Diberdayakan oleh Blogger.
RSS

“MENGENAL NILAI, BUDAYA DAN SOSIAL MASYARAKAT SULAWESI TENGAH”

Sulawesi Tengah terbagi menjadi 3 (tiga) bagian yakni:
1. Sulawesi Tengah bagian Barat, meliputi wilayah Kabupaten Poso, Kabupaten Banggai dan Kabupaten Buol Tolitoli
2. Sulawesi Tengah bagian Tengah (Teluk Tomini), termasuk Wilayah Sulawesi Utara di Manado.
3. Sulawesi Tengah bagian Timur (Teluk Tolo), termasuk Wilayah Sulawesi Timur Bau-bau.

Sulawesi Tengah juga memiliki beberapa sungai, diantaranya sungai Lariang yang terkenal sebagai arena arung jeram, sungai Gumbasa dan sungai Palu. Juga terdapat danau yang menjadi obyek wisata terkenal yakni Danau Poso dan Danau Lindu. Sulawesi Tengah memiliki beberapa kawasan konservasi seperti suaka alam, suaka margasatwa dan hutan lindung yang memiliki keunikan flora dan fauna yang sekaligus menjadi obyek penelitian bagi para ilmuwan dan naturalis. Ibukota Sulawesi Tengah adalah Palu. Kota ini terletak di Teluk Palu dan terbagi dua oleh Sungai Palu yang membujur dari Lembah Palu dan bermuara di laut.

DEMOGRAFI (PENDUDUK)

Penduduk asli Sulawesi Tengah terdiri atas 15 kelompok etnis atau suku, yaitu:
1. Etnis Kaili berdiam di kabupaten Donggala dan kota Palu
2. Etnis Kulawi berdiam di kabupaten Donggala
3. Etnis Lore berdiam di kabupaten Poso
4. Etnis Pamona berdiam di kabupaten Poso
5. Etnis Mori berdiam di kabupaten Morowali
6. Etnis Bungku berdiam di kabupaten Morowali
7. Etnis Saluan atau Loinang berdiam di kabupaten Banggai
8. Etnis Balantak berdiam di kabupaten Banggai
9. Etnis Mamasa berdiam di kabupaten Banggai
10. Etnis Taa berdiam di kabupaten Banggai
11. Etnis Bare'e berdiam di kabupaten Touna
12. Etnis Banggai berdiam di Banggai Kepulauan
13. Etnis Buol mendiami kabupaten Buol
14. Etnis Tolitoli berdiam di kabupaten Tolitoli
15. Etnis Tomini mendiami kabupaten Parigi Moutong
16. Etnis Dampal berdiam di Dampal, kabupaten Tolitoli
17. Etnis Dondo berdiam di Dondo, kabupaten Toli-toli
18. Etnis Pendau berdiam di kabupaten Tolitoli
19. Etnis Dampelas berdiam di kabupaten Donggala
Disamping 12 kelompok etnis, ada beberapa suku hidup di daerah pegunungan seperti suku Da'a di Donggala, suku Wana di Morowali, suku Seasea di Banggai dan suku Daya di Buol Tolitoli.

BAHASA
Masyarakat Sulawesi Tengah memiliki sekitar 22 bahasa yang saling berbeda antara suku yang satu dengan yang lainnya, namun masyarakat dapat berkomunikasi satu sama lain menggunakan bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional dan bahasa pengantar sehari-hari. Bahasa daerah biasanya digunakan untuk berkomunikasi bagi para orang tua dengan sesama usianya atau pada penduduk yang masih tinggal di pedalaman.

MATA PENCAHARIAN
Pertanian merupakan sumber utama mata pencaharian penduduk dengan padi sebagai tanaman utama. Kopi, kelapa, kakao dan cengkeh merupakan tanaman perdagangan unggulan daerah ini dan hasil hutan berupa rotan, beberapa macam kayu seperti agatis, ebony dan meranti yang merupakan andalan Sulawesi Tengah. Mata pencaharian lain diantaranya adalah bekerja sebagai guru atau Pegawai Negeri Sipil.

KEBUDAYAAN
Sulawesi Tengah kaya akan budaya yang diwariskan secara turun temurun. Tradisi yang menyangkut aspek kehidupan dipelihara dalam kehidupan masyarakat sehari-hari. Kepercayaan lama adalah warisan budaya yang tetap terpelihara dan dilakukan dalam beberapa bentuk dengan berbagai pengaruh modern serta pengaruh agama.

Karena banyak kelompok etnis mendiami Sulawesi Tengah, maka terdapat pula banyak perbedaan di antara etnis tersebut yang merupakan kekhasan yang harmonis dalam masyarakat. Mereka yang tinggal di pantai bagian barat kabupaten Donggala telah bercampur dengan masyarakat Bugis dari Sulawesi Selatan dan masyarakat Gorontalo. Di bagian timur pulau Sulawesi, juga terdapat pengaruh kuat Gorontalo dan Manado, terlihat dari dialek daerah Luwuk, dan sebaran suku Gorontalo di kecamatan Bualemo yang cukup dominan.
Ada juga pengaruh dari Sumatera Barat seperti nampak dalam dekorasi upacara perkawinan. Kabupaten Donggala memiliki tradisi menenun kain warisan zaman Hindu. Pusat-pusat penenunan terdapat di Donggala Kodi, Watusampu, Palu, Tawaeli dan Banawa. Sistem tenun ikat ganda yang merupakan teknik spesial yang bermotif Bali, India dan Jepang masih dapat ditemukan.

Sementara masyarakat pegunungan memiliki budaya tersendiri yang banyak dipengaruhi suku Toraja, Sulawesi Selatan. Meski demikian, tradisi, adat, model pakaian dan arsitektur rumah berbeda dengan Toraja, seperti contohnya ialah mereka menggunakan kulit beringin sebagai pakaian penghangat badan. Rumah tradisional Sulawesi Tengah terbuat dari tiang dan dinding kayu yang beratap ilalang hanya memiliki satu ruang besar. Lobo atau duhunga merupakan ruang bersama atau aula yang digunakan untuk festival atau upacara, sedangkan Tambi merupakan rumah tempat tinggal. Selain rumah, ada pula lumbung padi yang disebut Gampiri.

Buya atau sarung seperti model Eropa hingga sepanjang pinggang dan keraba semacam blus yang dilengkapi dengan benang emas. Tali atau mahkota pada kepala diduga merupakan pengaruh kerajaan Eropa. Baju banjara yang disulam dengan benang emas merupakan baju laki-laki yang panjangnya hingga lutut. Daster atau sarung sutra yang membujur sepanjang dada hingga bahu, mahkota kepala yang berwarna-warni dan parang yang diselip di pinggang melengkapi pakaian adat.

KESENIAN
Musik dan tarian di Sulawesi Tengah bervariasi antara daerah yang satu dengan lainnya. Musik tradisional memiliki instrume seperti suling, gong dan gendang. Alat musik ini lebih berfungsi sebagai hiburan dan bukan sebagai bagian ritual keagamaan. Di wilayah beretnis Kaili sekitar pantai barat - waino - musik tradisional - ditampilkan ketika ada upacara kematian. Kesenian ini telah dikembangkan dalam bentuk yang lebih populer bagi para pemuda sebagai sarana mencari pasangan di suatu keramaian. Banyak tarian yang berasal dari kepercayaan keagamaan dan ditampilkan ketika festival.

Tari masyarakat yang terkenal adalah Dero yang berasal dari masyarakat Pamona, kabupaten Poso dan kemudian diikuti masyarakat Kulawi, kabupaten Donggala. Tarian dero khusus ditampilkan ketika musim panen, upacara penyambutan tamu, syukuran dan hari-hari besar tertentu. Dero adalah salah satu tarian dimana laki-laki dan perempuan berpegangan tangan dan membentuk lingkaran. Tarian ini bukan warisan leluhur tetapi merupakan kebiasaan selama pendudukan jepang di Indonesia ketika Perang Dunia II.

AGAMA
Penduduk Sulawesi Tengah sebagian besar memeluk agama Islam. Sekitar 70% penduduk memeluk agama Islam, 27% memeluk agama Kristen dan 3% memeluk agama Hindu dan Budha.

IKLIM
Garis khatulistiwa yang melintasi semenanjung bagian utara di Sulawesi Tengah membuat iklim daerah ini tropis. Akan tetapi berbeda dengan Jawa dan Bali serta sebagian pulau Sumatera, musim hujan di Sulawesi Tengah antara bulan April dan September sedangkan musim kemarau antara Oktober hingga Maret. Temperatur berkisar antara 25 sampai 31° C untuk dataran dan pantai dengan tingkat kelembaban antara 71 sampai 76%. Di daerah pegunungan suhu dapat mencapai 16 sampai 22' C.

FLORA DAN FAUNA
Sulawesi memiliki flora dan fauna tersendiri. Binatang khas pulau ini adalah anoa yang mirip kerbau, babi rusa yang berbulu sedikit dan memiliki taring pada mulutnya, tersier, monyet tonkena Sulawesi, kuskus marsupial Sulawesi yang berwarna-warni yang merupakan varitas binatang berkantung, serta burung maleo yang bertelur pada pasir yang panas. Hutan Sulawesi juga memiliki ciri tersendiri, didominasi oleh kayu agatis yang berbeda dengan Sunda Besar yang didominasi oleh pinang-pinangan (spesies rhododenron). Untuk melindungi flora dan fauna, telah ditetapkan taman nasional dan suaka alam seperti Taman Nasional Lore Lindu, Cagar Alam Morowali, Cagar Alam Tanjung Api dan terakhir adalah Suaka Margasatwa di Bangkiriang.

SENJATA TRADITIONAL
Sejenis senjata tradisional yang terkenal di Sulawesi Tengah adalah pasatimpo, yaitu sejenis parang yang hulunya bengkok dan sarungnya diberi tali. Jenis senjata panjang yang sering digunakan masyarakat berupa tombak, yang terdiri atas kanjae dan surampa (bermata tiga seperti senjata trisula).

Selain itu jenis senjata tradisional yang lain berupa parang panjang (guma) yang digunakan sebagai alat pelindung diri dari serangan lawan digunakan perisai (cakalele) yang terbuat dari kayu dan dilapisi dengan sekeping besi tipis. Semua jenis senjata tradisional tersebut terutama digunakan untuk berperang melawan musuh atau melindungi diri dari serangan binatang buas.

Pada saat ini jenis-jenis senjata tradisional yang ada juga digunakan untuk berbagai keperluan dalam rangka aktivitas hidup sehari-hari, seperti untuk mencari kayu bakar, memotong hewan buruan atau piaraan untuk dikonsumsi, dan lain-lain.

HUBUNGAN SOSIAL MASYRAKAT
Masyarakat yang tinggal di daerah pedesaan diketuai oleh ketua adat disamping pimpinan pemerintahan seperti Kepala Desa. Ketua adat menetapkan hukum adat dan denda berupa kerbau bagi yang melanggar. 

Umumnya masyarakat yang jujur dan ramah sering mengadakan upacara untuk menyambut para tamu seperti persembahan ayam putih, beras, telur dan tuak yang difermentasikan dan disimpan dalam bambu.
Kehidupan sosial masyarakat di daerah perkotaan masih sangat erat walaupun sudah tidak menggunakan upacara – uparaca seperti pada masyarakat di pedesaan. Upacara – upacara adat biasanya dilakukan jika ada pernikahan, khitanan atau acara – acara lain.

Dalam kehidupan bermasyarakat terutama bertetangga, masih terbiasa untuk berkumpul – kumpul membicarakan suatu hal, ini tidak hanya terjadi pada ornag dewasa saja, tapi pada remaja maupun anak – anak juga, jadi tidak heran jika ada masalah atau gosip terbaru, hal itu pasti akan langsung tersebar di masyarakat sekitar.

Banyak orang yang bilang bahwa masyarakat Sulawesi adalah orang – orang yang kasar dan tidak ramah. Hal ini sebenarnya salah besar, masyarakat Sulawesi adalah masyarakat yang sangat ramah dan tidak kasar, hanya saja cara berbicaranya agak keras dan menggunakan nada tinggi tapi tetap sopan.

PERILAKU SEHAT SAKIT
Salah satu perilaku sehat yang nampak pada masyarakat Sulawesi adalah dibudidayakannya peraturan membuang sampah pada tempatnya. Jika sakit, sebagian masyarakat ada yang membawa ke tempat Pelayanan Kesehatan seperti Puskesmas, tetapi tidak jarang juga yang membawa ke Kyai atau orang pintar. Ada pula yang menyatukan dua pengobatan ini.

Masyarakat sudah tidak asing dengan pengobatan medis, mereka memberi tanggapan yang positif. Jika berobat di Rumah Sakit, ada kecenderungan orang yang memilki jabatan tinggi atau memilki link dengan dokter spesialis yang bertugas diRumah Sakit tersebut, maka orang tersebut akan didahulukan dalam menerima pelayanan kesehatan.

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

0 comments:

Posting Komentar